Pages

Labels

Kamis, 04 Desember 2014

Lima Permasalahan Hukum di Indonesia



Hai Bro !...
Postingan saya kali ini masih berkutat dengan Tugas, dimana saya memilih materi mengenai Permasalahan global dalam aspek Hukum. Oke, kalo gitu langsung aja masuk ke materi, Cekibrot..



Lima Permasalahan Hukum di Indonesia

Meskipun sudah dibuat berbagai macam regulasi, persoalan hukum di Indonesia masih menumpuk. Bahkan, Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan survei dan analisis untuk mengukur indeks penerapan hukum di Indonesia di Tahun 2013.

Survei ini melibatkan 198 orang ahli yang tersebar di Indonesia, kesemuanya mendapat total 330 kuesioner. Responden tersebut tersebar dalam berbagai jenis profesi seperti akademisi, aktivis, advokat, dan komisioner atau tenaga ahli komisi negara independen.

Hasil survei dan kajian yang dicetak dalam sebuah buku berjudul "Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2013," menyajikan penilaian terhadap lima prinsip negara hukum yang ada di Indonesia.

Prinsip pertama yakni pemerintahan yang berdasarkan hukum yang di dalamnya terdapat penilaian tentang tindakan pemerintah terhadap hukum, sistem pengawasan yang efektif dan keseimbangan legislatif dan eksekutif.

Direktur ILR, Todung Mulya Lubis memamaparkan prinsip pertama tersebut masih jauh dari harapan. Bahkan, pilar-pilar prinsip pemerintahan berdasarkan hukum menurutnya masih rapuh.

"Permasalahan mendasar dari prinsip ini adalah tidak adanya pengawasan yang efektif, baik oleh parlemen, pengadilan, pengawasan internal pemerintah dan komisi negara independen," paparnya di Ballroom Hotel Manhattan, Jalan Prof Dr Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2014).
Prinsip kedua adalah peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif yang di dalamnya berisi substansi peraturan yang jelas dan pasti dan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan.

Temuannya adalah, aspek peraturan yang stabil dan akses mendapatkan peraturan masih tergolong baik. Hanya saja, masih banyak masalah yang berhubungan dengan kejelasan materi peraturan yang dinilai multitafsir.

"Pastisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan masih minim dalam setiap proses, baik dari akses mendapatkan informasi, perencanaan, dan pembahasan peraturan," bebernya.

Prinsip ketiga adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka yang berisikan tentang independensi kekuasaan kehakiman dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Todung mengatakan independensi hakim masih bermasalah, terutama masih rentan terhadap suap. Selain itu, hakim juga masih belum akuntabel dalam memutus perkara karena kurangnya integritas.

Prinsip keempat adalah akses terhadap keadilan yang terbagi dalam ketersediaan aturan, proses dan pemulihan hak warga negara.

Temuannya, proses peradilan di Indonesia masih bermasalah karena tidak adanya jaminan atau pengaturan dalam larangan dari suap dan pungutan liar. Selain itu, masih ditemukan praktik diskriminasi atas status ekonomi dan sosial masyarakat.

"Temuan lainnya adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan yang masih tinggi," ungkapnya.

Prinsip terakhir adalah tentang penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) yang di dalamnya berisi tentang jaminan terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, jaminan bebas berpendapat, jaminan hak hidup dan jaminan terhadap hak untuk bebas dari penyiksaan.

Menurut Todung, secara umum komitmen negara dalam menjamin HAM di tataran regulasi-konstitusi serta perundang-undangan cukup memadai.

"Meski demikian, untuk jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan masih ada distorsi dalam bentuk peraturan daerah

Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/09/19/339/1041595/lima-permasalahan-hukum-di-indonesia

Selasa, 25 November 2014

Milky Way



      Milky Way (dalam bahasa yunani) atau yang juga kita kenal dengan Bimasakti adalah galaksi tempat bumi kita berada dan merupakan salah satu dari jutaan galaksi yang ada di alam semesta. Galaksi terdiri dari jutaan bahkan miliaran bintang yang terikat oleh gaya grafitasi dan memusat pada pusat galaksi (black hole). Kumpulan bintang yang terpusat dan membentuk kumpulan cahaya berpola selanjutnya disebut Bentuk Galaksi. Bentuk galaksi ini bermacam-macam, ada yang elips, spiral, dan tak beraturan. Mungkin teman-teman bisa membacanya kembali dalam artikel Macam – Macam Bentuk Galaksi  di bahasan sebelumnya. Tetapi kali ini kita akan membahas Milky Way, di mana ilmu tentangnya sudah banyak di pelajari oleh para ahli astronomi dunia.

      Menarik ! Milky Way “City of Stars” ! Milky Way adalah “Kota Bintang”. Kenapa Milky Way di sebut sebagai kota bintang? Hal ini dikarenakan Milky Way tersusun atas jutaan bintang yang bersinar. Jika Milky Way kita analogikan sebagai sebuah kota, maka bintang-bintang di dalamnya bisa di analogikan sebagai rumah-rumah atau bangunan-bangunan di dalam kota. Bintang juga mengalami perkembangan layaknya bangunan yang terus bertumbuh mengkonversi tanah di bumi. Lahir dan berkembang semakin banyak. William Herschel seorang astronom terkemuka (1780) asal Jerman yang pertama kali mengamati distribusi bintang di langit memberikan kesimpulan atas pengamatannya terhadap 600 bintang di langit yang berbeda bahwa bintang mengalami pertumbuhan jumlah dengan mengarah pada satu arah tetap di langit. Yaitu Bimasakti.


View Galaksi Bimasakti dari bumi

      Milky Way termasuk jenis galaksi spiral karena memiliki lengan yang memutar berbentuk spiral dengan black hole sebagai pusat. Lengan Milky Way yang berbentuk spiral dan berwarna gelap tersusun atas jutaan bintang dan nebula. Nebula adalah awan antar bintang yang terdiri dari gas, debu dan plasma. Merupakan rumah bertumbuh kembangnya bayi bintang (baby star) yang baru lahir. 

     Nebula atau tempat “bayi bintang” lahir bisa menghasilkan cahaya berwarna-warni yang memendar indah. Cahaya ini terbentuk akibat pengaruh gas yang menyusunnya. Setiap gas memiliki pendaran warna yang berbeda. Warna hijau untuk oksigen, merah untuk hidrogen, dan lain sebagainya. Simak saja imaging dari Orion Nebula, Helix Nebula, Eagle Nebula dan Crab Nebula. Di mana merupakan nebula-nebula yang memendarkan warna-warni cahaya sangat indah di galaksi kita.


Letak matahari di galaksi bimasakti. Credit : Wikipedia.org


Crab Nebula dan Orion Nebula

      Jika ada bayi bintang, lalu bagaimana bintang mengalami tumbuh kembang? Perlu kita ketahui bahwa bintang juga mirip seperti mahluk hidup yang bisa lahir dan mati. Kelahiran bintang di tandai dengan adanya reaksi fusi nuklir antara hidrogen dan helium. Bintang merupakan benda massif bermassa 0,08 – 200 massa matahari yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir. Proses pembentukan bintang ini sangat unik dan membutuhkan waktu jutaan bahkan miliaran tahun lamanya. Awal pembentukannya di mulai dari adanya reaksi yang terbentuk dari debu dan gas di balik awan di mana reaksinya menghasilkan energi yang sangat panas. Gravitasi yang tertekan dan memusat secara bersamaan antara debu dan gas, menyebabkan terciptanya sebuah energi yang sangat besar. Ketika gaya gravitasi lebih dominan maka material-material yang ada akan semakin tertekan. Material-material yang tertekan secara terus menerus membuat material-material tersebut mengalami perkerasan dan lambat laun bertransformasi hingga ahirnya meledak akibat terjadinya reaksi fusi nuklir antara atom hidrogen dan helium yang berada di antara kumpulan material. Reaksi fusi nuklir inilah yang memunculkan cahaya terang yang kita sebut bintang. Ya ! reaksi inilah yang menyebabkan bintang bersinar.

       Tumbuh kembang bintang ditandai dengan perubahan warna pada cahaya bintang. Ada tahapan-tahapan warna yang bisa memberikan informasi kepada kita berapa umur bintang. Bintang yang baru lahir ditandai dengan warna biru yang mempunyai atau tingkat kecerahan sekitar -5 (lebih terang di bandingkan venus) dan mempunyai suhu sekitar 25.000 derajat Kelvin. Matahari di mana merupakan satu-satunya bintang di tata surya kita, kini telah memasuki masa remajanya. Ini dapat kita ketahui dari klasifikasi bintang dimana matahari mempunyai kelas G.

      Lebih lanjut. Masa berahirnya bintang ditandai dengan meledaknya bintang yang kita kenal dengan ledakan nova atau ledakan supernova. Sebutan ledakan supernova adalah untuk kategori ledakan nova yang lebih besar. Ledakan supernova yang bisa kita lihat sekarang sebenarnya adalah ledakan yang terjadi jutaan atau bahkan miliaran tahun yang lalu, namun cahaya hasil dari ledakan bintang ini baru sampai di bumi saat ini. Hal ini dikarenakan jarak bumi dan lokasi tempat terjadinya ledakan tersebut ditempuh dalam jarak jutaan atau miliaran tahun. Ledakan ini menghasilkan cahaya yang lebih cemerlang yang bisa mencapai ratusan juta kali cahaya bintang tersebut sebelum meledak. Tetapi dia hanya akan bersinar dalam tempo waktu beberapa bulan saja. Selanjutnya meredup dan mati. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh seorang astronom professional Andy Howell dari Las Cumbres Observatory. Jika kita ingin mendapatkan peluang untuk mengamati satu ledakan supernova, diperlukan pengamatan terhadap 70 galaksi dalam jangka waktu satu tahun. 700 galaksi dalam waktu 10 tahun. 7000 galaksi dalam waktu 100 tahun. Dan begitu seterusnya.


Supernova 1987A yang terjadi di Awan Magellan Besar.

       Tanda panah di bagian kanan menunjukkan bintang sebelum meledak. Credit Wikipedia.org
Millky Way Galaxy atau Bimasakti merupakan sebuah galaksi kecil di antara berjuta galaksi lainnya di alam semesta di mana setiap galaksinya terdiri dari jutaan bintang. Belum lagi tata surya yang ternyata hanya sebuah titik kecil dari Bimasakti. Lalu Bumi? bukankah Bumi hanya salah satu bagian kecil dari Tata Surya. Sadarkah… betapa kecilnya kita? sungguh Allah Maha Besar. Bertasbihlah kepada Sang Pemilik dan Pencipta alam semesta.


Senin, 24 November 2014

De Javu dan Asal Usulnya


     Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu. 
 
     Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?

Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif

     Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

     Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.

     Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.

     Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium

         Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.

        Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.

        LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.